Konstelasi Pergolakan Politik Iran Kini

Ani Mariani
4 min readOct 1, 2022

--

photo by dream.co.id

Sudah lama sejak tidak menulis karena terbenam oleh berbagai kesibukan, akhirnya terbit satu tulisan sederhana ini. Sebagai penggiat Kajian Wilayah Timur Tengah, saya pun bersemangat untuk melihat apa yang sedang terjadi di Timur Tengah sebagai bahan tulisan kali ini. Headline pencarian terbaru saat ini di penuhi oleh berbagai pergolakan yang terjadi di Iran.

Jika flashback saat jaman kuliah dulu, saya pernah me-review sebuah jurnal yang mengkaji tentang rivalitas antara Iran dengan Arab Saudi dan mempresentasikan materi mengenai isu perkembangan nuklir Iran. Saudi dan Iran, keduanya memiliki ambisi untuk menancapkan kepentingan dan hegemoni di wilayah Timur Tengah melalui kekuatannya masing-masing. Sedangkan perkembangan nuklir Iran mereda setelah perjanjian kesepakatan nukli 2015.

Setelah flashback dan juga membaca berbagai sumber terbaru mengenai gejolak politik dan peta konflik Iran, saya semakin terpicu untuk kembali mengkaji pergolakan di Iran kali ini.

Iran bergejolak usai kematian Amini, seorang perempuan yang meninggal secara tidak adil karena dianggap tidak mengikuti peraturan berhijab di Iran. Peristiwa tersebut telah menyulut gelombang protes di berbagai sudut kota yang diikuti dengan pertahanan dari pemerintahan Iran dengan berbagai kekerasan.

Iran terus menindas rakyatnya sendiri. Mereka terus menindak kebebasan berekspersi, melawan pengunjuk rasa dengan kekuatan yang berlebihan. Otoritas penjara juga telah memukuli dan melecehkan pengunjuk rasa yang ditahan.

Sejak dulu, Iran telah menggunakan kekuatan mematikan yang berlebihan dan melanggar hukum dalam menghadapi protes skala besar. Otoritas Iran telah secara sistematis menekan perbedaan pendapat selama beberapa dekade, dan lagi-lagi mereka sekarang menghadapi protes rakyat dengan tingkat kekerasan yang mencengangkan.

Kekerasan dan penutupan akses internet menjadi senjata bagi Iran sejak dulu dalam menghadapi aksi protes warganya guna menekan informasi kekerasan dan mencegah penyebaran foto dan video bukti kekerasan di media sosial.

Dari sini kita bisa melihat bahwa Iran adalah negara yang melanggengkan tatanan yang sudah mapan dibandingkan menekankan pada human rights dan personal liberty. Iran memaksakan prinsip tersebut ke dalam sebuah hukum negara. Contohnya ada pada kasus Amini.

Undang-undang wajib jilbab telah merampas otonomi dan hak-hak perempuan. Penggunakan pakaian pada perempuan seharusnya menjadi sepenuhnya hak dan tanggungjawab dari perempuan itu sendiri.

Disisi lain, hukum perdata Iran memberikan suami wewenang untuk mengontrol atas gerakan perempuan. Hal ini membuat perempuan tidak memiliki kebebasan atas dirinya sendiri. Termasuk cara berpakaian, hukum negara dan wewenang pasangan mengaturnya. Seperti yang terjadi baru-baru ini. Telah menarik perhatian dan kemarahan internasional. Termasuk saya.

Undang-undang juga mendiskriminasi perempuan dalam perceraian. Berdasarkan pasal 1133 hukum perdata Iran, seorang pria dapat menceraikan pasangannya secara sepihak kapan saja, tetapi seorang wanita perlu mengajukan gugatan cerai ke pengadilan dengan alasan terbatas seperti membuktikan bahwa suaminya telah berhenti mendukungnya secara finansial atau bahwa dia mengalami “situasi yang sulit dan tidak diinginkan” (pasal 1130). Salah satu contoh penderitaan seperti itu adalah ”suami memukuli dan menganiaya istri dengan cara yang tidak dapat ditoleransi olehnya”. Namun, para hakim memiliki keleluasaan untuk memutuskan apa yang merupakan kesulitan yang tidak dapat ditoleransi dan dalam banyak kasus perempuan mengalami kesulitan untuk membuktikan pelecehan yang mereka alami.

Di bawah hukum Iran, tidak ada undang-undang yang jelas untuk mengkriminalisasi tindakan kekerasan fisik dan kekeresan seksual terhadap perempuan. Jika perempuan melaporkan tindakan pemerkosaan, yang terjadi justru perempuan tersebut beresiko mendapatkan hukuman cambuk jika berwenang tidak percaya bahwa itu ada pemerkosaan, melainkan suka sama suka. Karena hukum Iran mengkriminalisasi hubungan seksual suka sama suka di luar nikah.

Sungguh ironis.

Padahal, isu kekerasan fisik dan seksual pada perempuan dan anak lebih urgent ketimbang pemerintah mengurusi aturan pergerakan dan kebebasan terhadap perempuan. Kemudian kebebasan berekspresi, kesetaraan, pemerataan ekonomi, hak politik yang setara serta isu kemiskinan juga perlu diperhatikan lebih jauh.

Terlihat bagaimana kondisi ekonomi Iraan saat ini akibat sanksi sepihak AS, kebijakan pemerintah, dan dampak pandemic Covid-19 telah meningkatkan kemiskinan dan menurunkan standar hidup jutaan orang di Iran.

Selain kerusuhan akibat kematian Mahsa Amini, kerusuhan lain terjadi di Provinsi Tenggara Iran, Sistan-Baluschestan, daerah yang dilanda kemiskinan. Wilayah itu juga berbatasan dengan Aghanistan dan Pakistan, yang merupakan titik bentrokan dengan geng penyelundup narkoba, serta pemberontak dari minoritas Baluchi dan kelompok ekstremis Muslim Sunni.

Diantara kerusuhan yang terjadi di Iran. Iran juga melangami pergolakan dengan negara lain.

UEA adalah salah satunya.

Iran telah melakukan pelanggaran kedaulatan dengan menduduki tiga pulau sejak November 1971 yang terletak di Selat Hormuz antara Teluk Arab dan Teluk Oman yaitu Tunb Besar, Tunb Kecil, dan Abu Musa. Sejarah mengatakan bahwa ketiga pulau tersebut merupakan milik UEA yang juga telah di akui oleh hukum internasional. Namun Iran mengatakan bahwa ketiga pulau terstebut milik Iran dan menuduh GCC (Dewan Kerjasama Teluk) telah menyulut api peperangan dan ketidakamanan kawasan melalui klaimnya yang mengatakan bahwa pulau-pulau itu miliki UEA.

Sikap Iran tersebut dinilai sebagai usahanya untuk mengacaukan stabilitas kawasan agar Iran bisa tetap eksis mendanai dan mempersenjatai milisi proksinya, termasuk Hizbullah Lebanon, Houthi Yaman, Suriah, dan militan lainnya di wilayah Palestina dan Irak, termasuk Rusia.

Perang dingin juga terjadi antara Iran, Rusia dan Ukraina. Dimana Iran yang katanya bersifat netral, tidak membantu kedua belah pihak dalam perang ataupun mendukung Ukraina maupun Rusia, justru terlihat pro terhadap Rusia. Hal ini membuat Ukraina ngambek dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.

Penjualan pesawat tak berawak ke Rusia yang diberitakan melalui media dan dibenarkan oleh Inggris dan Amerika menyulut perang dingin antara Iran dengan Ukraina. Teheran sedang bersiap untuk menjual ratusan drone ke Moskow juga beserta tutorialnya. Iran melatih pilot Rusia tentang cara menggunakan drone tersebut. Pada tingkat ini, Iran berhasil mempertahankan dan meningkatkan pesawat militer negara meskipun ada sanksi dan tekanan Barat.

Juga, isu nuklir Iran tidak kalah menarik dalam konstelasi pergolakan di Iran. Kepala Badan Enegeri Atom Internasional (IAEA) mengatakan bahwa program nuklir Iran sedang tumbuh, baik dari segi ambisi maupun kapasitas. Kini Iran punya lebih banyak fasilitas dan teknologi baru. Dikatakan bahwa Teheran sedang mempersiapkan unit-unit sentrifugal uranium baru, yang digunakan untuk memperkaya uranium. Iran telah berkomitmen untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.

Bagaimanapun, berbagai dinamika kebijakan dan sikap Iran saat ini merupakan langkah Iran dalam meningkatkan pusat kekuasaannya, baik dalam tingkat internal maupun internasional. Berbagai kepentingan elit pun turut berkontribusi terhadap apa yang tejadi di Iran.

--

--